Senin, 04 November 2013

keuangan negara

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
            Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Keuangan Negara?
2.      Apakah hadits yang membahas terkait dengan Keuangan Negara?
3.      Bagaimana sistem keuangan Indonesia?
4.      Bagaimana struktur keuangan daerah?
      C. Tujuan
            1. Mengetahui pengertian Keuangan Negara.
2. Untuk mengetahui hadits-hadits yang berkaitan dengan keuangan negara.
3. Dapat mengetahui bagaimana sistem keuangan yang ada di Indonesia.
4. Untuk mengetahui strukur keuangan daerah.


BAB II
PEMBAHASAN
KEUANGAN NEGARA (APBN)
1.      PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA
            Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
            Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
A. Pendapatan Negara terdiri dari :
1. Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan seluruh masyarakat di suatu negara selama satu tahun, termasuk barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang ada di wilayah negara tersebut.
2. Produk Nasional Bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara selama satu tahun, termasuk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat negara tersebut yang berada di Negara lain. 
3. Produk Nasional Neto adalah jumlah nilai barang dan jasa yang diperoleh dengan cara mengurangi GNP dengan penyusutan (depresiasi).
4. Pendapatan Nasional Neto adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima masyarakat sebagai balas jasa faktor produksi selama satu tahun setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax). 
5. Pendapatan Perseorangan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat. 
6. Pendapatan Bebas adalah pendapatan yang sudah menjadi hak mutlak bagi penerimanya. Jadi, pendapatan bebas adalah pendapatan yang sudah siap untuk dibelanjakan. 


Fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah sebagai berikut:
  1. Fungsi alokasi, yaitu penerimaan yang berasal dari pajak dapat dialokasikan untuk pengeluaran yang bersifat umum, seperti pembangunan jembatan, jalan, dan taman umum.
  2. Fungsi distribusi, yaitu pendapatan yang masuk bukan hanya digunakan untuk kepentingan umum,tetapi juga dapat dipindahkan untuk subsidi dan dana pensiun.
  3. Fungsi stabilisasi, yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai pedoman agar pendapatan dan pengeluaran keunagn negara teratur sesuai dengan di terapkan. Jika pemndapatan dipakai sesuai dengan yang di terapkan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai stabilisator.
Relasi ekonomi antara pemerintah dengan perusahaan dan rumah tangga terutama melalui pembayaran pajak dan gaji, pengeluaran konsumsi, dan pemberian subsidi adalah kestabilan ekonomi yang lebih mantap artinya tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum. Dengan kata lain, tujuan kebijakan fiskal adalah pendapatan nasional riil terus meningkat pada laju yang dimungkinkan oleh perubahan teknologi dan tersedianya faktor-faktor produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum.
Penerimaan dan pengalokasian dana APBN
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),Cukai, danPajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan sumber penerimaan utama dari APBN. Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaan anggaran yang jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya. Sedangkan dana yang diterima dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat indonesia.

B. Belanja Negara terdiri dari :
1. Belanja Pemerintah Pusat adalah belanja yang digunakan untuk kegiatan pembangunan pemerintah pusat yang dilaksanakan baik di pusat maupun di daerah. Belanja ini terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang, subsidi BBM, subsidi non BBM, belanja hibah dan lain-lain.

2.      Belanja Pemerintah Daerah adalah belanja yang digunakan untuk kegiatan pembangunan daerah yang kemudian akan masuk dalam APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah terdiri dari : dana bagi hasil, DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan Dana Otonomi Khusus (seperti Aceh dan Papua)

2.      HADITS YANG MEMBAHAS TENTANG KEUANGAN NEGARA

Hadits Nabi riwayat Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad:[1]




Artinya:
“menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”

Penjelasan:
Maksud dari hadits diatas bahwasannya kewajiban yang ada hendaklah dipenuhi dan tidak menunda pelaksanaannya, dalam hal ini ialah pajak. Setiap warga negara dikenakan pajak sesuai dengan peraturan UUD 1945. Jadi, apabila kita sudah dikenakan pajak maka kita wajib membayarnya karena apabila kita tidak membayarnya maka sangat bedampak bagi negara, masyarakat dan diri sendiri. Karena sumber pendapatan negara salah satunya adalah Pajak. Dan apabila kita menunda pembayaran pajak sama halnya dengan menghambat pembangunan negara dan pertumbuhan ekonomi.










Artinya:
“Nabi Muhammad saw. ditanya tentang zakat maka ia bersabda: “sesungguhnya pada harta itu ada kewajiban selain zakat.”[2]

Penjelasan:
Yang dimaksud kewajiban dalam hadits ini adalah kewajiban sosial selain zakat yang berupa pajak. Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

3.      SISTEM KEUANGAN INDONESIA[3]
Setelah dikeluarkannya beberapa undang-undang di bidang moneter, seperti UUNo.7 tentang Perbankan, UU No.2 tentang Akuntansi, dan UU No.11 tentang Dana Penssiun, maka sistem keuangan Indonesia mengalami perubahan yang mendasar. Sistem keuangan Indonesia terdiri atas Sistem Moneter, Sistem Perbankan, dan Sistem Lembaga Lembaga Keuangan Bukan Bank.
1.               Sistem Moneter
Sistem moneter terdiri atas bank-bank dan lembaga keuangan pencipta uang giral. Bank Indonesia, selaku otoritas moneter, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam UU N0.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, status dan kedudukan Bank Indonesia diatur dan ditempatkan secara khusus dalam struktur lembaga kenegaraan RI, dimana Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen dibidang tugasnya tidak berada di dalam dan atau di bawah pemerintahan, tetapi merupakan lembaga negara yang mempunyai tugas dan wewenang yang ditetapkan dalam UU Bank Indonesia.
2.               Sistem Perbankan
·         Bank Indonesia merupakan lembaga keuangan independen yang diatur UU No. 23 Tahun 1999 yang berperan sebagai Bank Sentral dengan fungsi menjalankan tugas pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank di Indonesia.
·         Bank umum terdiri atas bank pemerintah pusat (Bank BNI 1946, BRI, Mandiri,  BTN, Bapindo), bank pemerintah daerah, bank swasta nasional, bank asing, dan bank campuran.
·         Bank pengkreditan rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
·         Bank bagi hasil adalah bank yang dalam kegiatan pengerahan dan penyaluran dana didasarkan pada prinsip bagi hasil atau jual beli.
3.               Sistem Lembaga Keuangan Bukan Bank
Sistem lembaga-lembaga keuangan bukan bank (LKBB) meliputi lembaga pembiayaan (leasing, modal ventura, pembiayaan konsumen, dan kartu kredit), usaha perasuransian, dana pensiun, pasar modal, dan pegadaian. Pembinaan dan pengawasan lembaga-lembaga keuangan bukan bank  dilakukan oleh Departemen Keuangan (Menteri Keuangan), Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang memiliki wewenang tunggal terhadap masalah yang menyangkut kebijakan perizinan, pembinaan, dan pengawasan optimal lembaga-lembaga keuangan bukan bank.

4.               STRUKTUR KEUANGAN DAERAH[4]
1.      Desentralisasi dan Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk APBD.
Berdasarkan asas desentralisasi, semua urusan pemerintah daerah, baik mengenai pegeluaran belanja pegawai dan operasional daerah maupun mengenai proyek-proyek pembangunan daerah harus dibiayai dari APBN.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan desentralisasi adanya peyerahan sumber dana, umber daya manusia dan perangkat fisiknya yang memadai untuk mendukung pelaksanaan urusan yang diserahkan kedaerah.
Dalam konteks tersebut membutuhkan suatu kebijakan keuangan daerah yang efektif, yang mencakup:
a.       Pembiayaan dalam rangka asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
b.      Sumber Pendapatan Asli Daerah
c.       Pengelolaan Keuangan Daerah dan peningkatan kemampuan aparatur didaerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah.
2.      Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Ruang lingkup hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang sifatnya kompleks karena keterkaitannya dengan berbagai aspek terutama dampak dari pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembangunan, dapat disederhanakan sebagai berikut:
a.       Asas Pembiayaan Daerah
Pembiayaan kegiatan pemerintahan di daerah baik menyangkut operasional maupun pembangunan didasarkan pada asas pembiayaan yaitu:
·         Asas desentralisasi dibiayai atas beban APBD
·         Asas dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN
·         Asas tugas pembantuan dibiayai atas beban pemerintah yang menugaskannya.
b.      Pajak Pusat dan Pajak Daerah
Tugas pemerintah pusat untuk melaksanakan pemerataan antar daerah, mengharuskan adanya sumber-sumber penerimaan yang cukup besar, dalam hal ini berupa pajak-pajak, disamping diperlukannya pembiayaan opersional pemerintah pusat sendiri. Jika semua penerimaan pajak yang utama diserahkan kepada daerah semuanya, maka disamping pemerintah pusat mungkin tidak cukup penerimaan bagi pembiayaan operasional dan pembangunan, juga terjadi bahwa daerah yang kaya semakin kaya, untuk itu pajak pajak-pajak utama menjadi penerimaan pemerintah pusat.
c.       Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah melalui penetapan bagi hasil. Penetapan bagi hasil menyangkut masalah bagaimana mencari ukuran atau “measurement” hasil pungutan pajak-pajak pusat atau pajak-pajak pemerintah pada tingkat atas. Masalah ini lebih sering timbul dalam pemerintahan dengan sistem federalisme, dimana daerah mempunyai otonomi yang lebih besar, dan masalah pemerataan antar daerah tidak merupakan tugas pemerintah pusat seperti di Amerika Serikat.
d.      Subsidi Sumbangan dan Bantuan
Pemerintah pusat mempunyai fungsi antara lain melakukan pemerataan antar daerah dengan mengalokasikan dana berupa bantuan dan subsidi yang relatif lebih banyak kepada daerah yang berpendapatan rendah dan kurang berpotensi. Adanya subsidi dan bantuan Pemerintah Pusat merupakan alat yang utama dalam melakukan pemerataan antar wilayah.
e.       Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah merupakan aset penerimaan daerah dalam struktur keuangan daerah. Pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan, maka diharapkan pemerintah daerah akan dapat menentukan sendiri kegiatan atau proyek yang benar-benar diperlukan masyarakat dan yang akan menghasilkan pendapatan untuk membayar kembali pinjaman tersebut.
Banyak daerah yang telah melakukan pinjaman dari pemerintah pusat, baik pinjaman rupiah maupun dalam bentuk bantuan dan pinjaman luar negeri yang diteruskan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan perkembangan pinjaman-pinjaman daerah yang semakin meningkat, terdapat beberapa daerah yang mengalami kesulitan didalam melaksanakan kewajiban membayar kembali pinjamannya secara tepat waktu.
3.      Pendapatan Daerah
Sumber pendapatan daerah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan bagian ketiga Paragraf I, Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pendapatan Daerah menurut ketentuan tersebut dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu:
a.       Pendapatan Asli Daerah
·         Hasil Pajak Daerah
·         Hasil Retribusi Daerah
·         Hasil Perusahaan Daerah
·         Lain-lain usaha daerah yang sah
b.      Pendapatan Non Asli Daerah
Yaitu Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah atau instansi yang lebih tinggi yang dapat dibagi menjadi:
·         Pendapatan Daerah Tingkat I
Ø  Sumbangan dari Pemerintah
Ø  Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan-peraturan perundang-undangan.
·         Pendapatan Daerah Tingkat II
Ø  Sumbangan-sumbangan dari pemerintah pusat
Ø  Sumbangan dari pemerintah daerah tingkat I
Ø  Sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
c.       Lain-lain Pendapatan yang Sah.



5.                
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Ø  Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Ø  Hadits tentang keuangan negara :
Artinya: “menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”
Ø  Sistem keuangan Indonesia terdiri atas Sistem Moneter, Sistem Perbankan, dan Sistem Lembaga Lembaga Keuangan Bukan Bank.
Ø  Struktur Keuangan Daerah:
·         Desentralisasi dan Keuangan Daerah
·         Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
·         Pendapatan Daerah


B. SARAN
Karya yang kami susun ini bukanlah karya yang sempurna tapi sesuatu yang lahir dari kerja keras.Tentunya kerja keras penyusun bukan tanpa kekurangan hasilnya ini. Maka kami senantiasa mengharapkan masukan dan kritikan rekan-rekan pembaca, dan mudah-mudahan rekan-rekan semua dapat menggali terus konsep mengenai Keuangan negara agar kita dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang hal tersebut. Mudah-mudahan dengan terciptanya makalah ini khususnya bagi penyusun umumnya untuk para pembaca bisa mengembangkan ilmu tentang Keuangan Negara pada khususnya.




[1] Nurul Huda dan Muhammad Haikal, Lembaga Keuangan Islam, (2010, Jakarta:Kencana Prenada Media), hlm.49
[2] Ilfi Nurdiana, Hadits-hadits Ekonomi,(2008, Malang:UIN Malang Pers), hlm.102
[3] O. P. Simorangkir, Lembaga Keuangan Bank dan Non  Bank,(200, Bogor:Ghalia Indonesia), Hlm.21
[4] Soeharsono Sagir, Masalah Ekonomi Indonesia, (1983, Bandung:Angkasa), hlm.173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

buatlah komentar yang sewajarnya..
trims.. :)