Kamis, 31 Oktober 2013


BAB II
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
Era tahun 1930-an merupakan masa kembangkitan kembali intelektualitas di dunia islam, yang mana pada masa ini di sebut periode kontemporer. Kemerdekaan negara-negara Muslim dan kolonialisme Barat turut mendorong semangat para sarjana Muslim dalam mengembangkan pemikirannya, dan diantara para sarjan Muslim tersebut seorang tokoh yang sangat terkenal yaitu M. UMER CHAPRA DAN MONZER KAHF.[1]
1.      M. UMER CHAPRA
M. Umer Chapra lahir pada tanggal 1 Februari 1933, Bombay India. Dia adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim yang paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang baik.
Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan Ayman.
Dalam karir intelektualnya DR. M. Umer Chapra mengawalinya ketika mendapatkan medali emas dari universitas Sind pada tahun 1950 dengan prestasi yang diraihnya sebagai urutan pertama dalam ujian masuk dari 25.000 mahasiswa. Setelah meraih gelar S2 dari Universitas karachio pada tahun 1954 dan 1956 karir akademisnya berada pada tingkat tertinggi ketika meraih gelar doktoralnya di Minnesota Minepolis. Pembimbingnya Prof. Harlan Smith, memuji bahwa Chapra adalah seorang yang baik hati dan mempunyai karakter yang baik dan kecemerlangan akademis. Menurut Profesor ini Chapra adalah orang yang terbaik yang pernah dikenalnya bukan hanya dikalangan mahasiswa namun juga seluruh fakultas.
DR. Umer Chapra terlibat dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian yang berkonsentrasi ekonomi islam. Beliau menjadi penasehat pada Islamic Research and Training Institute (IRTI) dari IDB Jeddah. Sebelumnya ia menduduki posisi di Saudi Arabian Monetery Agency (SAMA) Riyadh selama hampir 35 tahun sebagai penasehat peneliti senior. Aktivitasnya di lembaga-lembaga ekonomi Arab Saudi ini membuatnya di beri kewarganegaraan Arab Saudi oleh Raja Khalid atas permintaan Menteri Keuangan Arab Saudi, Shaikh Muhammad Aba al-Khail. Lebih kurang selama 45 tahun beliau menduduki profesi diberbagai lembaga yang berkaitan dengan persoalan ekonomi, diantaranya 2 tahun di Pakistan, 6 tahun di USA, dan 37 tahun di Arab Saudi. Selain profesinya itu banyak kegiatan yang dikutinya antara lain yang diselenggarkan IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC dll.
M. Umar Chapra, adalah ahli ekonomi yang memiliki pengalaman mengajar dan meneliti di bidang ekonomi. Tercatat pernah mengajar di Universitas of Wisconsin, Plattvile, dan kentucky, Lexington, USA. Selain itu, ia juga memberi kuliah Islam, Ekonomi, dan Keuangan Islam pada lembaga seperti Harvard Law School, USA, London School of Economics Oxford Center for Islamic Studies, Inggris, dan Universidad Autonatan Madrid Spanyol. Pada tahun 1995, ia menerima penghargaan dari Institue of Overseas Pakistanis Award for Service to Islam. [2]
Selama masa kariernya ia juga pernah bergabung dengan lembaga pendidikan dan penelitian yang terkenal, seperti Institute of Development Economic dan Central Institute of Islamic Research, Pakistan. Karya tulisnya yang berkaitan dengan ilmu ekonomi islam, yaitu Toward a Just Monetary system mengantarkannya meraih penghargaan, yaitu The Islamic developement Bank Award  dan The King Faisal International Prize.[3]
Beliau adalah sosok yang memiliki ide-ide cemerlang tentang ekonomi islam. Telah banyak buku dan artikel tentang ekonomi islam yang sudah diterbitkan samapai saat ini telah terhitung sebanyak 11 buku, 60 karya ilmiah dan 9 resensi buku. Buku dan karya ilmiahnya banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk juga bahasa Indonesia.
Buku pertamanya, Towards a Just Monetary System, Dikatakan oleh Profesor Rodney Wilson dari Universitas Durham, Inggris, sebagai "Presentasi terbaik terhadap teori moneter Islam sampai saat ini" dalam Bulletin of the British Society for Middle Eastern Studies (2/1985, pp.224-5). Buku ini adalah salah satu fondasi intelektual dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern sehingga buku ini menjadi buku teks di sejumlah universitas dalam subjek tersebut.
Buku keduanya, Islam and the Economic Challenge, di deklarasikan oleh ekonom besar Amerika, Profesor Kenneth Boulding, dalam resensi pre-publikasinya, sebagai analisis brilian dalam kebaikan serta kecacatan kapitalisme, sosialisme, dan negara maju serta merupakan kontribusi penting dalam pemahaman Islam bagi kaum Muslim maupun non-Muslim. Buku ini telah diresensikan dalam berbagai jurnal ekonomi barat. Profesor Louis Baeck, meresensikan buku ini di dalam Economic Journal dari Royal Economic Society dan berkata: “ Buku ini telah ditulis dengan sangat baik dan menawarkan keseimbangan literatur sintesis dalam ekonomi Islam kontemporer. Membaca buku ini akan menjadi tantangan intelektual sehat bagi ekonom barat. “ ( September 1993, hal. 1350 ). Profesor Timur Kuran dari Universitas South Carolina, mereview buku ini dalam Journal of Economic Literature untuk American Economic Assosiation dan mengatakan bahwa buku ini menonjol sebagai eksposisi yang jelas dari keterbukaan pasar Ekonomi Islam. Kritiknya terhadap sistem ekonomi yang ada secara tidak biasa diungkap dengan pintar dan mempunyai dokumentasi yang baik. Chapra, menurutnya telah membaca banyak tentang kapitalisme dan sosialisme sehingga kritiknya berbobot. Dan, Profesor Kuran merekomendasikan buku ini sebagai panduan sempurna dalam pemahaman ekonomi Islam.
Kritis dan kontruktif itulah corak pemikirannya yang telah banyak mempengaruhi ekonom muslim di dunia. Mahdzab pemikirannya beraliran mainstream( mempertahankan pendapat oranng banyak). Dimana tokoh tokoh aliran ini berpendapat bahwa masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan konvensional. Yaitu sumber daya itu terbatas. Setidaknya menjadi aspek pemikiran beliau yang tergambar pada karya-karyanya. Motif utama pemikirannya adalah spiritualisasi pemikiran dan ksejahteraan social, dengan menjadikan khidupan yang selaras antara kebahagiaan di dunia dan akherat. Motif ini tergambar dalam bukunya islam and the economic challenge. Dalam bukunya The future of economic;… beliau banyak merujuk kitab kitab klasik terutama konsep ibnu koldun. Beliau menformulasikan konsep ibnu koldun menjadi siklus yang mudah di mengerti dan di visualisasikan. Bukunya ini sangat dikagumi oleh Prof. Samuel hayes III dari Harvard dan sarjana-sarjana terkemuka jerman, spanyol, Inggris. DR. Murad hofman dari jerman memberikan komentar kalau buku ini adalah buku yang sangat penting pada abad ini untuk kebangkitan islam.
Salah satu bukunya yaitu buku Islam dan Tantangan Ekonomi merupakan hasil penelitian dan renungan selama satu dekade. Dalam penelitian ini, ia mengkaji tiga sistem ekonomi Barat yaitu Kapitalisme, Sosialisme, dan gabungan dari dua sistem tersebut yaitu "negara kesejahteraan". Ia mengemukakan neraca ketiga sistem tersebut dari segi prestasi-prestasinya maupun kegagalan-kegagalannya.
A.    Kapitalisme
Kapitalisme adalah suatu system ekonomi yang secara jelas ditandai oleh berkuasanya “kapital”. Ciri utama dari system kapitalisme ini adalah tidak adanya perencaan ekonomi sentral. Harga pasar yang dijadikan dasar keputusan dan perhitungan unit yang diproduksi, pada umumnya tidak ditentukan oleh pemerintah dalam kondisi yang bersaing. Semua ini adalah hasil dari kekuatan pasar. Dengan tidak adanya perencanaan terpusat mengandung arti adanya kekuasaan konsumen dalam memperoleh keuntungan.
Kelemahan-kelemahan kapitalisme :
• Menempatkan kepentingan pribadi diatas kepentingan social. Adam Smith berpendapat bahwa melayani kepentingan diri sendiri oleh individu pada hakikatnya adalah melayani kepentingan sosial.
• Mengesampingkan peran nilai moral sebagai alat filterisasi dalam alokasi dan distribusi sumber daya.
• Memunculkan paham materialisme.
Alasan utama mengapa kapitalisme gagal dalam mengaktualisasikan tujuan-tujuan yang secara sosial diinginkan, ialah karena adanya konflik antara tujuan-tujuan masyarakat dan pandangan dunia dengan strategi kapitalisme. Tujuan-tujuannya memang humanitarian, didasarkan pada fondasi-fondasi moral, tetapi pandangan dunia dan strateginya adalah Darwinisme sosial. Klaim adanya keharmonisan antara kepentingan individu dan umum pada hakikatnya didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu mengenai kondisi-kondisi latar belakang yang salah dan tidak realistis, sehingga tidak pernah terbukti. Mengingat kondisi latar belakang ini tidak secara terang-terangan dituturkan dalam literatur ekonomi, maka secara normal tidak dapat dirasakan bagaimana ketiadaannya akan menyebabkan kegagalan dalam merealisasikan “efisiensi” dan “pemerataan” dalam alokasi sumber daya langka, yang dikaitkan dengan tujuan-tujuan humanitarian masyarakat dan bukan terhadap Darwinisme sosial.
B. Sosialisme
Sebenarnya dapat kita lihat bahwa sistem sosialisme hanyalah sisi lain dari koin yang sama. Keduanya sama-sama membawa masalah pada ekonomi dunia saat ini. Seperti sistem pasar, sistem sosialis juga gagal mencapai efisiensi dan keadilan.
Tema utama sistem sosialis sebenarnya, menurut Chapra, adalah untuk menghilangkan bentuk-bentuk eksploitasi dan penyingkiran dalam sistem kapitalisme. Dengan demikian, diharapkan setiap individu tidak hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Dalam sistem ini private property dan mekanisme pasar dihapus digantikan dengan kepemilikan negara untuk semua produksi dan perencanaan yang terpusat.
Dalam ulasan tentang berbagai kesalahan asumsi pada sistem sosialis, Chapra menjelaskan bahwa sistem ini gagal menyediakan karakteristik-karakteristik yang harus dimiliki sebuah sistem. Untuk mekanisme filter yang menyaring semua klaim terhadap sumber daya agar terjadi keseimbangan dan ketepatan penggunanaan sumberdaya, justru sistem sosialis menunjukkan ketidakpercayaan secara penuh kepada kemampuan manusia mengelola kepemilikan pribadi.
Untuk karakteristik sistem motivasi yang harus mampu mendorong semua individu untuk memberikan upaya terbaiknya, justru sistem sosialis tidak akan mampu mendorong semua individu untuk memberikan upaya terbaiknya. Ini disebabkan karena perencanaan yang tersentralisasi, pelarangan hak milik pribadi, dan pengendalian penuh atas harga-harga oleh pemerintah.
C. Negara Kesejahteraan
Negara kesejahteraan memperoleh momentum setelah depresi yang terjadi pada tahun 1930 di amerika dan sebagai respon terhadap tantangan kapitalisme dan kesulitan-kesulitan yang terjadi karena depresi dan perang. Falsafah yang mendasarinya menunjukkan suatu gerakan menjauhi prinsip-prinsip Darwinisme sosial dari kapitalisme laissez-faire dan menuju kepada kepercayaan bahwa kesejahteraan individu merupakan sasaran yang teramat penting, yang realisasinya diserahkan kepada operasi kekuatan-kekuatan pasar. Falsafah ini berati merupakan pengakuan formal-formal utama ekonomi bahwa kemiskinan dan ketidakmampuan seseorangmemenuhi kebutuhannya tidaklah berarti bukti kegagalan individu tersebut.
Paham ini menuntut peran negara yang lebih aktif dalam bidang ekonomi dibandingkan peranannya dibawah paham kapitalisme laissez-faire. Walaupun tujuan negara sejahtera berperikemanusiaan, namun ia tidak bisa membangun strategi yang efektif untuk mencapai tujuannya. Problem ini muncul karena negara sejahtera menhadapi kekurangan sumber daya sebagaimana yang dihadapi oleh negara-negara lain. Apabila negara sejahtera meningkatkan pemanfaatannya atau sumber daya itu melalui pelayanan kesejahteraan, ia harus menurunkan pemanfaatan lain ke atas sumber-sumber daya.
Pada pendahuluan bukunya ini, Umer Chapra mengemukakan tentang tiga masalah pokok perekonomian, yaitu what (apa), how (bagaimana), dan for whom (untuk siapa) yang menjadi fokus dalam aktivitas ekonomi. Menururt Chapra ketiga pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang “sarat nilai”. Interpretasi terhadap ketiga bentuk pertanyaan tersebut sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh worldview yang dipakai oleh seseorang atau masyarakat. Orientasi kehidupan di dunia ini mengenai hakikat manusia, makna hidup, hak milik, tujuan penggunaan sumber daya, hubungan natar individu, hubungan antar manusia dan lingkungan dan sebagainya dipengaruhi oleh kerangka berfikir seseorang akan kehidupan ini.[4] Ia mengemukakan bahwa buku ini merupakan suatu upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa, bagaimana, dan untuk siapa melakukan produksi. Berapa jumlah barang dan jasa yang harus diproduksi, siapa yang akan memproduksinya, dan dengan kombinasi sumber-sumber daya apa saja dan dengan teknologi yang bagaimana serta siapakah yang akan menikmati barang dan jasa yang diproduksi itu.[5]
Jawaban-jawaban pertanyaan tersebut menentukan alokasi sumber daya dalam ekonomi, distribusi antarindividu dan antar (konsumsi) sekarang dan masa depan (tabungan dan investasi).[6]
            Secara garis besar, buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama meliputi sistem-sistem perekonomian yang gagal yang harus dihindari oleh negara-negara muslim, jika ingin mengaktualisasikan tujuan sosioekonominya. Tiga bab pertama pada bagian ini, menganalisis pandangan dunia dan strategi dari sistem yang berlaku. Umer bukan saja mengkritik, tetapi mengidentifikasi  logika, hakikat, dan implikasi dari konflik yang terjadi antara tujuan-tujuan, pandangan dunia, dan strateginya. Hal ini dilakukan agar pembaca mampu mengadakan apresiasi mengapa ketidakharmonisan ini membuat mereka gagal dan terus akan menggagalkan usaha-usaha dari negara-negara yang mengikuti sistem-sistem ini untuk merealisasikan  secara serentak efisiensi dan pemerataan  dalam alokasi sumber daya mereka yang terbatas.
            Pada bab empat, diketengahkan masalah-masalah tentang formulasi kebijakan dalam perspektif sistem yang berlaku yang mengakibatkan inkonsistensi dalam kebijakan-kebijakan ekonomi yang dipakai oleh negara yang sedang  berkembang dan memperburuk berbagai hal. Bukan saja dalam bentuk ketidakseimbangan makroekonomi dan masalah eksternal yang terus merisaukan, tetapi juga makin menjauhkan mereka dari tujuan-tujuan mewujudkan pemerataan.[7]
            Bagian kedua dari buku ini terdiri dari delapan bab. Bagian ini, yaitu bab lima menjelaskan tentang pandangan dunia Islam dan strateginya. Pandangan dunia Islam ini didasarkan pada tiga prinsip yang paling pokok yaitu tauhid 'keesaan', khilafah 'perwakilan', dan 'adalah 'keadilan'.
            Bab enam menjelaskan tentang musibah yang terjadi di dunia Islam. Musibah tersebut antara lain terjadinya degenerasi moral dan politik, serta terjadinya kemunduran dalam bidang ekonomi. Pada bab ini juga dijelaskan tentang perlunya perubahan di dunia Islam, perlunya peran ulama, dan restrukturisasi kebijakan.
            Pada bab tujuh dibahas tentang bagaimana cara menghidupkan faktor-faktor kemanusiaan. Di antaranya dengan pemberian motivasi, keadilan sosioekonomi, perbaikan kondisi pedesaan, dimensi moral, meningkatkan  kemampuan dengan memberikan pendidikan dan latihan serta memperluas akses kepada keuangan.
            Bab delapan berisi tentang bagaimana caranya mengurangi konsentrasi kekayaan pada segelintir orang. Di antara yang diusulkan adalah adanya reformasi mengenai kepemilikan tanah, pengembangan industri kecil dan mikro, kepemilikan yang lebih luas dan kontrol terhadap perusahaan, menggerakkan kembali zakat dan sistem warisan, dan restrukturisasi sistem keuangan.
           .

2.      MONZER KAHF
Monzer Kahf dilahirkan di Damaskus, Syria, pada tahun 1940. Kahf adalah orang pertama yang mencoba mengaktualisasikan penggunaan institusi distribusi Islam (zakat,sedekah) terhadap agregat ekonomi, pendapatan, konsumsi, simpanan dan investasi.
Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di bidang Bisnis dari universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh penghargaan langsung dari presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1975, Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dariUniversity of UtahSalt Lake City, USA. Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah informal yaitu, training and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic Studies di Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan publik yang bersertifikat.
Pada tahun 2005, Monzer Kahf menjadi seorang guru besar ekonomi Islam dan perbankan di The Garduate Programe of Islamic Economics and Banking, Universitas Yarmouk di Jordan.
 Lebih dari 34 tahun Kahf mengabdikan dirinya di bidang pendidikan. Ia  pernah  menjadi asisten dosen di fakultas ekonomi University of UtahSalt Lake City (1971-1975). Khaf juga pernah aktif sebagai instruktur di School of Business, University of Damascus (Syria. 1962 – 1963). Pada tahun 1984, Kahf memutuskan untuk memutuskan bergabung dengan Islamic Development Bank dan sejak 1995 ia menjadi ahli ekonomi (Islam) senior di IDB.
Monzer Kahf merupakan seorang penulis yang produktif dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi, keuangan, bisnis, fiqh dan hukum dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Pada tahun 1978, Kahf menerbitkan buku tentang ekonomi Islam yang berjudul ‘The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System’. Buku ini diangap menjadi awal dari sebuah analisis matematika ekonomi dalam mempelajari ekonomi Islam, sebab pada tahun 1970-an, sebagian besar karya-karya mengenai ekonomi Islam masih mendiskusikan masalah prinsip dan garis besar ekonomi.Adapun hasil karya Kahf yang lain adalah : A Contribution to the Theory of Consumer Behavior in an Islamic Society ( Kairo : 1984), Principles of Islamic Financing : A Survey, (with Taqiullah Khan IDB:1992), Zakah Management in Some Muslim Societies (IDB: 1993), The Calculation of Zakah for Muslim in North Amerika, (Ed. 3, Indiana: 1996), Financing Development in Islam ( IDB: 1996), The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective serta beberapa artikel dan paper lainnya yang tidak dapat disebut seluruhnya disini.


Ø  Asumsi Dasar Kahf
Kahf melihat agen ekonomi dalam suatu sistem ekonomi islam tidak dari sudut pandang afiliasi keagamaan, melainkan sebagai agen yang bersedia menerima paradigma islam atau ‘rules of the game’ . seorang agen ekonomi individual dpat saja seorang Muslim ataupun non-Muslim sepanjang ia bersedia menerima tata nilai dan norma ekonomi di dalam islam yang berasal dari hal-hal berikut ini (1987 :76-82) “
1)      Dunia ini benar-benar dimiliki oelh Allah SWt. Dan segala sesuatu adalah milik-Nya. Manusia adalah wakil atau khilafah yang menjalankan atau melaksanakan  segala perintah-Nya dan harus mengikuti hukum-Nya. Hal ini antara lain memiliki implikasi dalam soal kepemilikan.
2)      Tuhan adalah Maha Esa, dan oleh karenanya hanya ada satu saja hukum yang harus diikuti, yakni syari’ah. Hal ini memiliki implikasi bagaimana agen harus mengatur sistem ekonomi dan semua instituisinya yang hendak ditetapkan.
3)      Oleh karena dunia ini hanyalah sementara, dan hari kiamat sebagai hari [engadilan diterima sebagai suatu realitas, maka tindakan manusia haruslah didasarkan tidak saja keuntungan di dunia melainkan juga pahal di akhirat.
Jika si agen menerima ketiga pilar sistem diatas, maka keputusan yang diambilnya pasti akan berbeda dengan manusia ekonomi konvensional. Ia melihat individu sebagai agen yang dinamis atau utama didalam sistem ekonomi, namun seperti halnya Mannan dan Siddiqi, ia memandang pemerintah sebagai regulator. Lebih jauh lagi ia menyebutkan pula fungsi negara dalam perencanaan maupun negara sebagai produsen (bagi barang-barang publik) dan konsumen. Sekalipun tindakan baik secara sukarela merupakan sesuatu yang ideal, namun pemerintah mengingat fungsinya sebagai regulator akan menegakkan rules of the game, seperti membarntas riba, melaksanakan pemungutan zakat, melakukan pengawasan terhadap praktik ekonomi yang bohong, memperdayakan, dan sebagainya.
Kahf (1978: 41-56) melihat peranan yang amat posistif dari negara, sehingga ia tidak setuju untuk membiarkan kekuatan pasar sepenuhnya melakukan keputusan-keputusan alokatif dan distributif. Jenis pasar ini ia sebut ‘Free cooperation’, yang menurutnya menggambarkan dua tema utama sistem ekonomi islam, yakni kebebasan dan semangat kerja sama( seperti yang dimaksud didalam paradigma islam). [8]
Ø  Konsep dan Metodologi Ekonomi Islam
Meskipun semua agam berbicara tentang masalah-masalah ekonomi, namun agama-agama itu berbeda pandangannya tentang kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tertentu melihat kegiatan-kegiatan ekonomi manusia hanya sebagai kebutuhan hidup yang seharusnya dilakukan sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata. Selama ini, kesan yang terbangun dalam alam pikiran kebanyakan pelaku ekonomi apalagi mereka yang berlatar belakang konvensional melihat bahwa keshaleh-an seseorang merupakan hambatan dan perintang untuk melakukan aktifitas produksi. Orang yang shaleh dalam pandangannya terkesan sebagai sosok orang pemalas yang waktunya hanya dihabiskan untuk beribadah dan tidak jarang menghiraukan aktifitas ekonomi yang dijalaninya. Akhirnya, mereka mempunyai pemikiran negatif terhadap nilai keshalehan tersebut. Mengapa harus berbuat shaleh, sedangkan keshalehan tersebut hanya membawa kerugian (loss) bagi aktifitas ekonomi?
Sementara, Islam menganggap kegiatan-kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawabnya di bumi (dunia) ini. Orang yang semakin banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi akan bisa semakin baik, selama kehidupannya tetap menjaga keseimbangannya. Kesalehan bukan fungsi positif dari ketidakproduktifan ekonomi. Semakin saleh kehidupan seseorang, justru seharusnya dia semakin produktif. Harta itu sendiri baik dan keinginan untuk memperolehnya merupakan tujuan yang sah dari perilaku manusia. Karena pekerjaan yang secara ekonomi produktif pada dasarnya mempunyai nilai keagamaan, disamping nilai-nilai lainnya. Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak pengaruh atau bahkan lebih banyak terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem hukumnya. Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi. Karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-individu dan badan-badan usaha atau ilmu ekonomi (itu sendiri).
Gambaran di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa orientasi yang ingin dicapai oleh proses produksi menjangkau pada aspek yang universal dan berdimensi spiritual. Inilah yang menambah keyakinan bagi kita akan kesempurnaan ajaran Islam yang tertulis dalam QS. Al-Maidah [5]: 3 yang artinya: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. [9]
Ø  Teori Konsumsi
Rasionalisme Islam
Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali kita mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan. Rasionalisme dalam islam dinyatakan sebagai alternative yang konsisten dengan nilai-nilai Islam, unsur-unsur pokok rasionalisme ini adalah sbb :
Konsep asas rasionalisme Islam menurut Monzer Kahf:
1. Konsep Keberhasilan
Islam membenarkan individu untuk mencapai kesuksesan di dalam hidupnya melalui tindakan-tindakan ekonomi, namun kesuksesan dalam Islam bukan hanya kesuksesan materi akan tetapi juga kesuksesan di hari akhirat dengan mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur dengan moral agama Islam. Semakin tinggi moralitas seseorang, semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan kunci dalam moralitas Islam. Ketakwaan kepada Allah dicapai dengan menyandarkan seluruh kehidupan hanya karena (niyyat) Allah, dan hanya untuk (tujuan) Allah, dan dengan cara yang telah ditentukan oleh Allah.
2.      Jangka waktu perilaku konsumen
Dalam pandangan Islam kehidupan dunia hanya sementara dan masih ada kehidupan kekal di akhirat. Maka dalam mencapai kepuasan perlu ada keseimbangan pada kedua tempoh waktu tersebut, demi mencapai kesuksesan yang hakiki. Oleh karena itu sebagian dari keuntungan atau kepuasan di dunia sanggup dikorbankan untuk kepuasan di hari akhirat.
  3. Konsep kekayaan
Kekayaan dalam konsep Islam adalah amanah dari Allah SWT dan sebagai alat bagi individu untuk mencapai kesuksesan di hari akhirat nanti, sedangkan menurut pandangan konvensional kekayaan adalah hak individu dan merupakan pengukur tahap pencapaian mereka di dunia.
3.      Konsep barang
Dalam al-Quran dinyatakan dua bentuk barang yaitu: al-tayyibat (barangan yang baik, bersih, dan suci serta berfaedah) dan barangan al-rizq (pemberian Allah, hadiah, atau anugerah dari langit) yang bisa mengandung halal dan haram. Menurut ekonomi Islam, barang bisa dibagi pada tiga kategori yaitu: barang keperluan primer (daruriyyat) dan barang sekunder (hajiyyat) dan barang tersier (tahsiniyyat). Dalam menggunakan barang senantiasa memperhatikan maqasid al-syari‘ah (tujuan-tujuan syariah). Oleh karena itu konsep barang yang tiga macam tersebut tidak berada dalam satu level akan tetapi sifatnya bertingkat dari daruriyyat, hajiyyat dan tahsiniyyat.
5. Etika konsumen
Islam tidak melarang individu dalam menggunakan barang untuk mencapai kepuasan selama individu tersebut tidak mengkonsumsi barang yang haram dan berbahaya atau merusak. Islam melarang mengkonsumsi barang untuk israf (pembaziran) dan tabzir (spending in the wrong way) seperti suap, berjudi dan lainnya.[10]

·         Etika konsumsi dalam islam
Dalam Al-qur’an Allah Swt mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini. “ Bila dikatakan kepada mereka, ‘belanjakanlah sebagian rizqi Allah yang diberikan-Nya kepadamu,”orang-orang kafir itu berkata, “apakah kami harus memberi makan orang-orang yang jika Allah menghendaki akan diberi-Nya makan? Sebenarnya kamu benar-benar tersesat. Adapun etika konsumsi dalam islam
1. Menghindarkan diri dari sikap israf (berlebih-lebihan melampaui batas).
Seorang konsumen muslim akan selalu mempertimbangkan maslahah bagi diri dan masyarakatnya dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa dan menghindari sikap israf. Ia tidak akan menuruti want-nya untuk mendapatkan utiliti yang maksimum, apabila didapati want-nya itu mengandungi israf. Ia akan memilih untuk menginfakkan sebagian income-nya kepada tetangganya agar dapat makan. Dengan begitu ia berarti mendahulukan maslahah daripada memaksimalkan utiliti untuk diri pribadinya.
2. Mengutamakan akhirat daripada dunia.
Pengunaan barang atau jasa untuk keperluan ibadah bernilai lebih tinggi dari konsumsi untuk duniawi. Konsumsi untuk ibadah lebih tinggi nilainya karena orientasinya adalah al-falah yang akan mendapatkan pahala dari Allah Swt, sehingga lebih bertujuan untuk kehidupan akhirat kelak. Semakin besar konsumsi untuk ibadah maka semakin tinggi pula al-falah yang akan dicapai, vice versa.
4.      Konsisten dalam prioritas pemenuhan keperluan (daruriyyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah)
Terdapat prioritas-prioritas di antara satu dengan lainnya yang menunjukkan tingkat kemanfaatan dan kemendesakan dalam pemenuhannya. Prioritas ini menjadi tiga, yaitu al-hajah al-daruriyyah, al-hajah al-hajiyyah, dan al-hajah al-tahsiniyyah. Seorang muslim perlu mengalokasikan budget-nya secara urut sesuai dengan tingkat prioritasnya secara konsisten. Keperluan pada tingkat daruriyyah mesti dipenuhi terlebih dahulu, baru kemudian hajiyyah dan kemudian tahsiniyyah. Prioritas ini semestinya diaplikasikan pada semua jenis keperluan, yaitu agama (al-din), kehidupan, harta, ilmu pengetahuan (akal) dan kelangsungan keturunan.

4. Memperhatikan etika dan norma
Syariah Islam memiliki seperangkat etika dan norma yang mesti dipedomani dalam semua aktivitas kehidupan. Seorang muslim dalam beraktivitas, khususnya dalam mengkonsumsi barang atau jasa mestilah berpedoman pada etika dan norma yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Ini artinya, ia lebih mengutamakan maslahah, dari mendapatkan utiliti untuk memenuhi want-nya yang relatif tidak terbatas.
·         Teori Produksi
Menurut Monzer Kahf teori produksi memiliki aspek-aspek sbb :
1. Motif-motif Produksi yaitu pengambilan manfaat setiap partikel dari alam semesta adalah tujuan ideology umat islam.
2. Tujuan-tujuan Produksi yaitu sebagai upaya manusia untuk meningkatkan kondisi materialnya sekaligus moralnya dan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya di Hari Kiamat kelak. Hal ini mempunyai tiga implikasi penting.
Pertama : produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai moral dilarang.
Kedua : aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses produksi.
Ketiga : masalah ekonomi timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk mengambil mamfaat sebesar-besarnya dari anugrah Allah baik dari sumber manusiawi maupun dari sumber alami.
5.      Tujuan badan usaha dalam proses maksimalisasi keuntungan dengan mengatasnamakan badan usaha tidak boleh melanggar “aturan permainan dalam ekonomi Islam”.
4. Factor-faktor Produksi
      5. Modal sebagai kerja yang diakumulasikan
      6. Hak milik sebagai akibat wajar.
·         Struktur Pasar
1. Kebebasan
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kompetisi (persaingan). Memang, kerja sama adalah tema umum dalam organisasi sosial islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridho Allah SWT.
2. Keterlibatan pemerintah dalam pasar
Keterlibatan pemerintah dalam pasar hanyalah pada saat tertentu atau bersifat temporer. Sistem ekonomi Islam menganggap islam sebagai sesuatu yang ada di pasar bersama-sama dengan unit-unit elektronik lainnya berdasarkan landasan yang tetap dan stabil. Ia dianggap sebagai perencana, pengawas, produsen dan juga sebagai konsumen.
3. “Aturan-aturan Permainan” Ekonomi Islam
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat. Lembaga-lembaga sosial disusun sedemikian rupa untuk mengarahkan individu-individu sehingga mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan ini dan mengontrol serta mengawasi penampilan ini.
Sebagai contoh aturan-aturan permainan ekonomi islam dapat dilihat pada lembaga Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga keuangan dan perbankan syariah syariah memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga keuangan syariah. Namun, peran pengawasan yang dilakukan DPS saat ini masih belum optimal. Menurut Prof.Dr.Monzer Kahf (2005), pakar ekonomi Islam kontemporer, DPS seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai pengawas kepatuhan syariah sebuah produk, tetapi juga mengawasi manajemen dan prinsip keadilan yang dijalankan lembaga keuangan dalam profit distribution. Selain itu, menurut Monzer Kahf, DPS juga dapat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia dan hubungan interpersonal di sebuah LKS, serta membantu mendorong pengembangan investasi para nasabah atau mitra bank.
Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungan dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.
·         Teori Makro Moneter
Aspek-aspek makro Ekonomi Islam :
a. Zakat
Zakat adalah “pajak” (pembayaran) tahunan bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus dikumpulkan Negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus. Terutama berbagai corak jaminan sosial.
Menurut Monzer Kahf, tujuan utama dari zakat adalah untuk mencapai keadilan social ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin (Kahf,1999).
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem ekonomi Islam.
Dalam kaitan antara kewajiban zakat dan penggunaan barang-barang mewah, Monzer Kahf menyatakan bahwa zakat itu tidak diberlakukan terhadap barang-barang keperluan hidup yang tidak mewah, sedangkan dalam kasus tabungan-tabungan yang diinvestasikan dalam kegiatan produktif, penghasilannya diseimbangkan dengan kewajiban pembayaran zakat.
Penimbunan harta, menurut Monzer Kahf, merupakan suatu kejahatan. Sebagai contoh, ia mengemukakan penggunaan logam-logam mulia (seperti emas dan perak) untuk perlengkapan atau alat-alat rumah tangga, dianggap perbuatan dosa dalam Islam, yang akan mendapatkan adzab di akhirat kelak, sebagaimana dinyatakan dalam QS 9: 34-35.
Di samping itu, penimbunan harta akan mengakibatkan harta menjadi tidak produktif dan tidak bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Penguasaan harta yang Allah berikan kepada manusia sesungguhnya bertujuan menjadikan harta tersebut sebagai sarana kesejahteraan. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hadid ayat 7: ''Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya akan mendapatkan pahala yang besar''.
      b. Pelarangan Riba
Ia tidak ragu menyatakan bahwa bunga adalah riba, dan mengkritik merekla yang mencoba membedakan antara usury dan bunga (dengan menyatakan bahwa hanya usury sajalah yang riba). Kahf menuduh mereka itu berusaha ‘meng-islamkan yang non-islami di negara-negara Muslim dewasa ini’. Seperti halnya para ahli yang lain, ia menyatakan bahwa mudharabah/qirad adalah instrumen islam untuk mengganti semua transaksi berbasis riba.
Seperti kedua hal ini harus ada sebelum kita bisa menyatakan adanya sistem ekonomi islam, namun keduanya sama sekali tidak memenuhi syarat cukup, dan kahf memang tidak pernah menyatakan demikian.[11]
     c. Bunga, Sewa, dan Modal
Kegiatan penabungan dan penyimpanan deposito di bank saja secara ekonomi merupakan kegiatan negative. Kegiatan yang benar-benar produktif, dari sudut pandang ekonomi adalah penggunaan tabungan-tabungan ini dalam proses produksi dalam pengertian modal, tanah atau buruh. Dan kegiatan ini seharusnya mendapatkan imbalan atau hadiah, dan demikian pulalah dalam Islam. Kegiatan yang disebut belakangan itu, dalam buku-buku keislaman dkenal dengan dua istilah yaitu : al-Qirad dan al-Mudarabah.
d. Al-Qirad
Al-Qirad adalah sejenis kerja sama antara para pemilik asset moneter dan para pengusaha. Al-Qirad merupakan mekanisme Islam untuk menggunakan asset-aset moneter dalam kegiatan produktif dengan mentransformasikan asset-aset tersebut menjadi factor-faktor produksi.
Secara teoritis, Al-Qirad memiliki landasan ganda : yaitu ketetapan kepemilikan dan prinsip kerja sama (kooperasi). Ketetapan kepemilikan berarti bahwa muqarid berhak penuh untuk menuntut asset-aset moneternya dan kenaikan yang timbul dari pertumbuhan asset-aset tersebut oleh si pengusaha. Sedangkan prinsip kerja sama berarti bahwa kedua belah pihak yang sama-sama memiliki berbagai unsure yang membentuk proyek dan bunga di dalamnya.










BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
M. Umer Chapra lahir pada tanggal 1 Februari 1933, Bombay India. Dia adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim yang paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang baik.
Kritis dan kontruktif itulah corak pemikirannya yang telah banyak mempengaruhi ekonom muslim di dunia. Mahdzab pemikirannya beraliran mainstream( mempertahankan pendapat oranng banyak). Dimana tokoh tokoh aliran ini berpendapat bahwa masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan konvensional. Yaitu sumber daya itu terbatas. Setidaknya menjadi aspek pemikiran beliau yang tergambar pada karya-karyanya. Motif utama pemikirannya adalah spiritualisasi pemikiran dan ksejahteraan social, dengan menjadikan khidupan yang selaras antara kebahagiaan di dunia dan akherat.
Monzer Kahf dilahirkan di Damaskus, Syria, pada tahun 1940. Kahf adalah orang pertama yang mencoba mengaktualisasikan penggunaan institusi distribusi Islam (zakat,sedekah) terhadap agregat ekonomi, pendapatan, konsumsi, simpanan dan investasi.
Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di bidang Bisnis dari universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh penghargaan langsung dari presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1975, Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dariUniversity of UtahSalt Lake City, USA. Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah informal yaitu, training and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic Studies di Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan publik yang bersertifikat.








DAFTAR PUSTAKA
Abdul Malik, "Humanisme dalam Pemikiran Ekonomi Islam (Telaah Pemikiran Muhammad Umer Chapra)", Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004
Prof.Dr. H. Veithzal Rivai, M.B. A dan Ir. H. Andi Buchari,M.M. Islamic Economics. Jakarta :PT. Bumi Aksara.
MOHAMED ASLAM HANEEF. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.terj. Suherman rosyid. Jakarta :rajawali Pers. 2010
Monzer kahf, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam).terj. Machnun Husein. Yogyakarta : pustaka pelajar. 1995,hal  4
Chapra, Muhammad Umar. Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani Press, 2000
M. umar Chapra. Islam and Economic Development. India :Adam Publisher & Distributors, 1542
Monzer kahf. The Islamic Economy :Analytical of the functioning of the Islamic Economic system (Plainfield, in :Muslim Studiens Association of U.S and canada, 1979
P3EI. Ekonomi islam. Jakarta : RajawaliPers, 2011
          M. Umer chapra. Masa Depan Ilmu Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani Press, 2001

M. Umer Chapra. Islam dan Pembangunan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani Press, 2005










[1] P3EI. Ekonomi islam. Jakarta : RajawaliPers, 2011, hlm 116

[2] Abdul Malik, "Humanisme dalam Pemikiran Ekonomi Islam (Telaah Pemikiran Muhammad Umer Chapra)", Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004, hlm 30
[3] Prof.Dr. H. Veithzal Rivai, M.B. A dan Ir. H. Andi Buchari,M.M. Islamic Economics. Jakarta :PT. Bumi Aksara. Hal 379

[4] Prof.Dr. H. Veithzal Rivai, M.B. A dan Ir. H. Andi Buchari,M.M. Islamic Economics. Jakarta :PT. Bumi Aksara. Hal 379

[5] M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri (Jakarta: Gema Insani Press, 2000),  hlm 4
[6] Ibid,..hlm 10
[7] M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri (Jakarta: Gema Insani Press, 2000),  hlm 10
[8] MOHAMED ASLAM HANEEF. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.ter. Suherman rosyid. Jakarta :rajawali Pers :2010, hal 92-94
[9] Monzer kahf, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam).terj. Machnun Husein. Yogyakarta : pustaka pelajar. 1995,hal  4

[10] Ibid,..15-25
[11] MOHAMED ASLAM HANEEF. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.ter. Suherman rosyid. Jakarta :rajawali Pers :2010, hal 100

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

buatlah komentar yang sewajarnya..
trims.. :)