BAB
II
PEMIKIRAN
EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
Era
tahun 1930-an merupakan masa kembangkitan kembali intelektualitas di dunia
islam, yang mana pada masa ini di sebut periode kontemporer. Kemerdekaan
negara-negara Muslim dan kolonialisme Barat turut mendorong semangat para
sarjana Muslim dalam mengembangkan pemikirannya, dan diantara para sarjan
Muslim tersebut seorang tokoh yang sangat terkenal yaitu M. UMER CHAPRA DAN
MONZER KAHF.[1]
1. M.
UMER CHAPRA
M. Umer Chapra lahir pada tanggal 1
Februari 1933, Bombay India. Dia adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim
yang paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama
Abdul Karim Chapra. Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama,
sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya
termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan
pendidikan yang baik.
Masa kecilnya ia habiskan di tanah
kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk
meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas
Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan
menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam,
Anas, Sumayyah dan Ayman.
Dalam karir
intelektualnya DR. M. Umer Chapra mengawalinya ketika mendapatkan medali emas
dari universitas Sind pada tahun 1950 dengan prestasi yang diraihnya sebagai
urutan pertama dalam ujian masuk dari 25.000 mahasiswa. Setelah meraih gelar S2
dari Universitas karachio pada tahun 1954 dan 1956 karir akademisnya berada
pada tingkat tertinggi ketika meraih gelar doktoralnya di Minnesota Minepolis.
Pembimbingnya Prof. Harlan Smith, memuji bahwa Chapra adalah seorang yang baik
hati dan mempunyai karakter yang baik dan kecemerlangan akademis. Menurut
Profesor ini Chapra adalah orang yang terbaik yang pernah dikenalnya bukan
hanya dikalangan mahasiswa namun juga seluruh fakultas.
DR. Umer Chapra
terlibat dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian yang berkonsentrasi
ekonomi islam. Beliau menjadi penasehat pada Islamic Research and Training
Institute (IRTI) dari IDB Jeddah. Sebelumnya ia menduduki posisi di Saudi
Arabian Monetery Agency (SAMA) Riyadh selama hampir 35 tahun sebagai penasehat
peneliti senior. Aktivitasnya di lembaga-lembaga ekonomi Arab
Saudi ini membuatnya di beri kewarganegaraan Arab Saudi
oleh Raja Khalid
atas permintaan Menteri Keuangan Arab Saudi, Shaikh
Muhammad Aba al-Khail. Lebih kurang selama 45 tahun beliau
menduduki profesi diberbagai lembaga yang berkaitan dengan persoalan ekonomi,
diantaranya 2 tahun di Pakistan, 6 tahun di USA, dan 37 tahun di Arab Saudi.
Selain profesinya itu banyak kegiatan yang dikutinya antara lain yang
diselenggarkan IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC dll.
M.
Umar Chapra, adalah ahli ekonomi yang memiliki pengalaman mengajar dan meneliti
di bidang ekonomi. Tercatat pernah mengajar di Universitas of Wisconsin,
Plattvile, dan kentucky, Lexington, USA. Selain itu, ia juga memberi kuliah
Islam, Ekonomi, dan Keuangan Islam pada lembaga seperti Harvard Law School,
USA, London School of Economics Oxford Center for Islamic Studies, Inggris, dan
Universidad Autonatan Madrid Spanyol. Pada tahun 1995, ia menerima penghargaan
dari Institue of Overseas Pakistanis Award for Service to Islam. [2]
Selama masa
kariernya ia juga pernah bergabung dengan lembaga pendidikan dan penelitian
yang terkenal, seperti Institute of
Development Economic dan Central
Institute of Islamic Research, Pakistan. Karya tulisnya yang berkaitan
dengan ilmu ekonomi islam, yaitu Toward a
Just Monetary system mengantarkannya meraih penghargaan, yaitu The Islamic developement Bank Award dan The
King Faisal International Prize.[3]
Beliau adalah sosok yang memiliki
ide-ide cemerlang tentang ekonomi islam. Telah banyak buku dan artikel tentang
ekonomi islam yang sudah diterbitkan samapai saat ini telah terhitung sebanyak
11 buku, 60 karya ilmiah dan 9 resensi buku. Buku dan karya ilmiahnya banyak
diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk juga bahasa Indonesia.
Buku pertamanya, Towards a Just
Monetary System, Dikatakan oleh Profesor Rodney Wilson dari Universitas Durham, Inggris, sebagai "Presentasi terbaik terhadap teori
moneter Islam sampai saat ini" dalam Bulletin of the British Society for
Middle Eastern Studies (2/1985, pp.224-5). Buku ini adalah salah satu fondasi
intelektual dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern
sehingga buku ini menjadi buku teks di sejumlah universitas dalam subjek tersebut.
Buku keduanya, Islam and the
Economic Challenge, di deklarasikan oleh ekonom besar Amerika, Profesor Kenneth Boulding, dalam
resensi pre-publikasinya, sebagai analisis brilian dalam kebaikan serta kecacatan
kapitalisme, sosialisme, dan negara maju serta merupakan kontribusi penting
dalam pemahaman Islam bagi kaum Muslim maupun non-Muslim. Buku ini telah
diresensikan dalam berbagai jurnal ekonomi barat. Profesor Louis Baeck, meresensikan
buku ini di dalam Economic Journal dari Royal Economic Society dan berkata: “
Buku ini telah ditulis dengan sangat baik dan menawarkan keseimbangan literatur
sintesis dalam ekonomi Islam kontemporer. Membaca buku ini akan menjadi
tantangan intelektual sehat bagi ekonom barat. “ ( September 1993, hal. 1350 ).
Profesor Timur Kuran dari Universitas South Carolina, mereview buku ini dalam Journal of
Economic Literature untuk American Economic Assosiation dan mengatakan bahwa buku ini
menonjol sebagai eksposisi yang jelas dari keterbukaan pasar Ekonomi Islam.
Kritiknya terhadap sistem ekonomi yang ada secara tidak biasa diungkap dengan
pintar dan mempunyai dokumentasi yang baik. Chapra, menurutnya telah membaca
banyak tentang kapitalisme dan sosialisme sehingga kritiknya berbobot. Dan,
Profesor Kuran merekomendasikan buku ini sebagai panduan sempurna dalam
pemahaman ekonomi Islam.
Kritis dan
kontruktif itulah corak pemikirannya yang telah banyak mempengaruhi ekonom
muslim di dunia. Mahdzab pemikirannya beraliran mainstream( mempertahankan
pendapat oranng banyak). Dimana tokoh tokoh aliran ini berpendapat bahwa
masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan konvensional. Yaitu
sumber daya itu terbatas. Setidaknya menjadi aspek pemikiran beliau yang
tergambar pada karya-karyanya. Motif utama pemikirannya adalah spiritualisasi
pemikiran dan ksejahteraan social, dengan menjadikan khidupan yang selaras
antara kebahagiaan di dunia dan akherat. Motif ini tergambar dalam bukunya
islam and the economic challenge. Dalam bukunya The future of
economic;… beliau banyak merujuk kitab kitab klasik terutama konsep ibnu
koldun. Beliau menformulasikan konsep ibnu koldun menjadi siklus yang mudah di
mengerti dan di visualisasikan. Bukunya ini sangat dikagumi oleh Prof. Samuel
hayes III dari Harvard dan sarjana-sarjana terkemuka jerman, spanyol, Inggris.
DR. Murad hofman dari jerman memberikan komentar kalau buku ini adalah buku
yang sangat penting pada abad ini untuk kebangkitan islam.
Salah satu
bukunya yaitu buku Islam dan Tantangan Ekonomi merupakan hasil penelitian dan
renungan selama satu dekade. Dalam penelitian ini, ia mengkaji tiga sistem
ekonomi Barat yaitu Kapitalisme, Sosialisme, dan gabungan dari dua sistem
tersebut yaitu "negara kesejahteraan". Ia mengemukakan neraca ketiga
sistem tersebut dari segi prestasi-prestasinya maupun kegagalan-kegagalannya.
A.
Kapitalisme
Kapitalisme
adalah suatu system ekonomi yang secara jelas ditandai oleh berkuasanya
“kapital”. Ciri utama dari system kapitalisme ini adalah tidak adanya perencaan
ekonomi sentral. Harga pasar yang dijadikan dasar keputusan dan perhitungan
unit yang diproduksi, pada umumnya tidak ditentukan oleh pemerintah dalam
kondisi yang bersaing. Semua ini adalah hasil dari kekuatan pasar. Dengan tidak
adanya perencanaan terpusat mengandung arti adanya kekuasaan konsumen dalam
memperoleh keuntungan.
Kelemahan-kelemahan kapitalisme :
Kelemahan-kelemahan kapitalisme :
• Menempatkan kepentingan pribadi
diatas kepentingan social. Adam Smith berpendapat bahwa melayani kepentingan
diri sendiri oleh individu pada hakikatnya adalah melayani kepentingan sosial.
• Mengesampingkan peran nilai moral
sebagai alat filterisasi dalam alokasi dan distribusi sumber daya.
• Memunculkan paham materialisme.
Alasan utama
mengapa kapitalisme gagal dalam mengaktualisasikan tujuan-tujuan yang secara
sosial diinginkan, ialah karena adanya konflik antara tujuan-tujuan masyarakat
dan pandangan dunia dengan strategi kapitalisme. Tujuan-tujuannya memang
humanitarian, didasarkan pada fondasi-fondasi moral, tetapi pandangan dunia dan
strateginya adalah Darwinisme sosial. Klaim adanya keharmonisan antara
kepentingan individu dan umum pada hakikatnya didasarkan pada asumsi-asumsi
tertentu mengenai kondisi-kondisi latar belakang yang salah dan tidak
realistis, sehingga tidak pernah terbukti. Mengingat kondisi latar belakang ini
tidak secara terang-terangan dituturkan dalam literatur ekonomi, maka secara
normal tidak dapat dirasakan bagaimana ketiadaannya akan menyebabkan kegagalan
dalam merealisasikan “efisiensi” dan “pemerataan” dalam alokasi sumber daya
langka, yang dikaitkan dengan tujuan-tujuan humanitarian masyarakat dan bukan
terhadap Darwinisme sosial.
B. Sosialisme
B. Sosialisme
Sebenarnya dapat
kita lihat bahwa sistem sosialisme hanyalah sisi lain dari koin yang sama.
Keduanya sama-sama membawa masalah pada ekonomi dunia saat ini. Seperti sistem
pasar, sistem sosialis juga gagal mencapai efisiensi dan keadilan.
Tema utama sistem sosialis sebenarnya, menurut Chapra, adalah untuk menghilangkan bentuk-bentuk eksploitasi dan penyingkiran dalam sistem kapitalisme. Dengan demikian, diharapkan setiap individu tidak hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Dalam sistem ini private property dan mekanisme pasar dihapus digantikan dengan kepemilikan negara untuk semua produksi dan perencanaan yang terpusat.
Tema utama sistem sosialis sebenarnya, menurut Chapra, adalah untuk menghilangkan bentuk-bentuk eksploitasi dan penyingkiran dalam sistem kapitalisme. Dengan demikian, diharapkan setiap individu tidak hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Dalam sistem ini private property dan mekanisme pasar dihapus digantikan dengan kepemilikan negara untuk semua produksi dan perencanaan yang terpusat.
Dalam ulasan
tentang berbagai kesalahan asumsi pada sistem sosialis, Chapra menjelaskan
bahwa sistem ini gagal menyediakan karakteristik-karakteristik yang harus
dimiliki sebuah sistem. Untuk mekanisme filter yang menyaring semua klaim
terhadap sumber daya agar terjadi keseimbangan dan ketepatan penggunanaan
sumberdaya, justru sistem sosialis menunjukkan ketidakpercayaan secara penuh
kepada kemampuan manusia mengelola kepemilikan pribadi.
Untuk
karakteristik sistem motivasi yang harus mampu mendorong semua individu untuk
memberikan upaya terbaiknya, justru sistem sosialis tidak akan mampu mendorong
semua individu untuk memberikan upaya terbaiknya. Ini disebabkan karena
perencanaan yang tersentralisasi, pelarangan hak milik pribadi, dan
pengendalian penuh atas harga-harga oleh pemerintah.
C. Negara Kesejahteraan
C. Negara Kesejahteraan
Negara
kesejahteraan memperoleh momentum setelah depresi yang terjadi pada tahun 1930
di amerika dan sebagai respon terhadap tantangan kapitalisme dan
kesulitan-kesulitan yang terjadi karena depresi dan perang. Falsafah yang mendasarinya
menunjukkan suatu gerakan menjauhi prinsip-prinsip Darwinisme sosial dari
kapitalisme laissez-faire dan menuju kepada kepercayaan bahwa kesejahteraan
individu merupakan sasaran yang teramat penting, yang realisasinya diserahkan
kepada operasi kekuatan-kekuatan pasar. Falsafah ini berati merupakan pengakuan
formal-formal utama ekonomi bahwa kemiskinan dan ketidakmampuan
seseorangmemenuhi kebutuhannya tidaklah berarti bukti kegagalan individu tersebut.
Paham ini
menuntut peran negara yang lebih aktif dalam bidang ekonomi dibandingkan
peranannya dibawah paham kapitalisme laissez-faire. Walaupun tujuan negara
sejahtera berperikemanusiaan, namun ia tidak bisa membangun strategi yang
efektif untuk mencapai tujuannya. Problem ini muncul karena negara sejahtera
menhadapi kekurangan sumber daya sebagaimana yang dihadapi oleh negara-negara
lain. Apabila negara sejahtera meningkatkan pemanfaatannya atau sumber daya itu
melalui pelayanan kesejahteraan, ia harus menurunkan pemanfaatan lain ke atas
sumber-sumber daya.
Pada pendahuluan bukunya ini, Umer
Chapra mengemukakan tentang tiga masalah pokok perekonomian,
yaitu what (apa), how (bagaimana), dan for whom (untuk siapa) yang menjadi
fokus dalam aktivitas ekonomi. Menururt Chapra ketiga pertanyaan tersebut
merupakan pertanyaan yang “sarat nilai”. Interpretasi terhadap ketiga bentuk
pertanyaan tersebut sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh worldview yang dipakai oleh seseorang atau masyarakat. Orientasi
kehidupan di dunia ini mengenai hakikat manusia, makna hidup, hak milik, tujuan
penggunaan sumber daya, hubungan natar individu, hubungan antar manusia dan
lingkungan dan sebagainya dipengaruhi oleh kerangka berfikir seseorang akan
kehidupan ini.[4]
Ia mengemukakan bahwa buku ini merupakan suatu upaya menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang apa, bagaimana, dan untuk siapa melakukan
produksi. Berapa jumlah barang dan jasa yang harus diproduksi, siapa yang akan
memproduksinya, dan dengan kombinasi sumber-sumber daya apa saja dan dengan
teknologi yang bagaimana serta siapakah yang akan menikmati barang dan jasa
yang diproduksi itu.[5]
Jawaban-jawaban pertanyaan tersebut menentukan alokasi
sumber daya dalam ekonomi, distribusi antarindividu dan antar (konsumsi)
sekarang dan masa depan (tabungan dan investasi).[6]
Secara garis besar, buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama meliputi
sistem-sistem perekonomian yang gagal yang harus dihindari oleh negara-negara
muslim, jika ingin mengaktualisasikan tujuan sosioekonominya. Tiga bab pertama
pada bagian ini, menganalisis pandangan dunia dan strategi dari sistem yang
berlaku. Umer bukan saja mengkritik, tetapi mengidentifikasi logika,
hakikat, dan implikasi dari konflik yang terjadi antara tujuan-tujuan,
pandangan dunia, dan strateginya. Hal ini dilakukan agar pembaca mampu
mengadakan apresiasi mengapa ketidakharmonisan ini membuat mereka gagal dan
terus akan menggagalkan usaha-usaha dari negara-negara yang mengikuti
sistem-sistem ini untuk merealisasikan secara serentak efisiensi dan
pemerataan dalam alokasi sumber daya mereka yang terbatas.
Pada bab empat, diketengahkan masalah-masalah tentang formulasi kebijakan dalam
perspektif sistem yang berlaku yang mengakibatkan inkonsistensi dalam
kebijakan-kebijakan ekonomi yang dipakai oleh negara yang sedang
berkembang dan memperburuk berbagai hal. Bukan saja dalam bentuk
ketidakseimbangan makroekonomi dan masalah eksternal yang terus merisaukan,
tetapi juga makin menjauhkan mereka dari tujuan-tujuan mewujudkan pemerataan.[7]
Bagian kedua dari buku ini terdiri dari delapan bab. Bagian ini, yaitu bab lima
menjelaskan tentang pandangan dunia Islam dan strateginya. Pandangan dunia
Islam ini didasarkan pada tiga prinsip yang paling pokok yaitu tauhid 'keesaan',
khilafah 'perwakilan', dan 'adalah 'keadilan'.
Bab enam menjelaskan tentang musibah yang terjadi di dunia Islam. Musibah
tersebut antara lain terjadinya degenerasi moral dan politik, serta terjadinya
kemunduran dalam bidang ekonomi. Pada bab ini juga dijelaskan tentang perlunya
perubahan di dunia Islam, perlunya peran ulama, dan restrukturisasi kebijakan.
Pada bab tujuh dibahas tentang bagaimana cara menghidupkan faktor-faktor kemanusiaan.
Di antaranya dengan pemberian motivasi, keadilan sosioekonomi, perbaikan
kondisi pedesaan, dimensi moral, meningkatkan kemampuan dengan memberikan
pendidikan dan latihan serta memperluas akses kepada keuangan.
Bab delapan berisi tentang bagaimana caranya mengurangi konsentrasi kekayaan
pada segelintir orang. Di antara yang diusulkan adalah adanya reformasi
mengenai kepemilikan tanah, pengembangan industri kecil dan mikro, kepemilikan
yang lebih luas dan kontrol terhadap perusahaan, menggerakkan kembali zakat dan
sistem warisan, dan restrukturisasi sistem keuangan.
.
2. MONZER KAHF
Monzer Kahf dilahirkan di Damaskus,
Syria, pada tahun 1940. Kahf adalah orang pertama yang mencoba
mengaktualisasikan penggunaan institusi distribusi Islam (zakat,sedekah)
terhadap agregat ekonomi, pendapatan, konsumsi, simpanan dan investasi.
Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di
bidang Bisnis dari universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh
penghargaan langsung dari presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun
1975, Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi
International dariUniversity of Utah, Salt Lake City, USA.
Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah informal yaitu, training
and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic Studies di
Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan publik yang bersertifikat.
Pada tahun 2005, Monzer Kahf menjadi
seorang guru besar ekonomi Islam dan perbankan di The Garduate Programe
of Islamic Economics and Banking, Universitas Yarmouk di Jordan.
Lebih dari 34 tahun Kahf mengabdikan
dirinya di bidang pendidikan. Ia pernah menjadi asisten dosen di
fakultas ekonomi University of Utah, Salt Lake City (1971-1975).
Khaf juga pernah aktif sebagai instruktur di School of
Business, University of Damascus (Syria. 1962 – 1963). Pada tahun
1984, Kahf memutuskan untuk memutuskan bergabung dengan Islamic
Development Bank dan sejak 1995 ia menjadi ahli ekonomi (Islam) senior
di IDB.
Monzer Kahf merupakan seorang penulis
yang produktif dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi,
keuangan, bisnis, fiqh dan hukum dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris.
Pada tahun 1978, Kahf menerbitkan buku tentang ekonomi Islam yang berjudul ‘The
Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic
System’. Buku ini diangap menjadi awal dari sebuah analisis matematika
ekonomi dalam mempelajari ekonomi Islam, sebab pada tahun 1970-an, sebagian
besar karya-karya mengenai ekonomi Islam masih mendiskusikan masalah prinsip
dan garis besar ekonomi.Adapun hasil karya Kahf yang lain adalah : A
Contribution to the Theory of Consumer Behavior in an Islamic Society (
Kairo : 1984), Principles of Islamic Financing : A Survey, (with Taqiullah
Khan IDB:1992), Zakah Management in Some Muslim Societies (IDB:
1993), The Calculation of Zakah for Muslim in North Amerika, (Ed.
3, Indiana: 1996), Financing Development in Islam ( IDB:
1996), The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic
Perspective serta beberapa artikel dan paper lainnya yang tidak dapat
disebut seluruhnya disini.
Ø Asumsi Dasar
Kahf
Kahf melihat agen ekonomi dalam suatu
sistem ekonomi islam tidak dari sudut pandang afiliasi keagamaan, melainkan
sebagai agen yang bersedia menerima paradigma islam atau ‘rules of the game’ . seorang agen ekonomi individual dpat saja
seorang Muslim ataupun non-Muslim sepanjang ia bersedia menerima tata nilai dan
norma ekonomi di dalam islam yang berasal dari hal-hal berikut ini (1987
:76-82) “
1) Dunia ini benar-benar dimiliki
oelh Allah SWt. Dan segala sesuatu adalah milik-Nya. Manusia adalah wakil atau
khilafah yang menjalankan atau melaksanakan
segala perintah-Nya dan harus mengikuti hukum-Nya. Hal ini antara lain
memiliki implikasi dalam soal kepemilikan.
2) Tuhan adalah Maha Esa,
dan oleh karenanya hanya ada satu saja hukum yang harus diikuti, yakni
syari’ah. Hal ini memiliki implikasi bagaimana agen harus mengatur sistem
ekonomi dan semua instituisinya yang hendak ditetapkan.
3) Oleh karena dunia ini
hanyalah sementara, dan hari kiamat sebagai hari [engadilan diterima sebagai
suatu realitas, maka tindakan manusia haruslah didasarkan tidak saja keuntungan
di dunia melainkan juga pahal di akhirat.
Jika si agen menerima ketiga pilar
sistem diatas, maka keputusan yang diambilnya pasti akan berbeda dengan manusia
ekonomi konvensional. Ia melihat individu sebagai agen yang dinamis atau utama
didalam sistem ekonomi, namun seperti halnya Mannan dan Siddiqi, ia memandang
pemerintah sebagai regulator. Lebih jauh lagi ia menyebutkan pula fungsi negara
dalam perencanaan maupun negara sebagai produsen (bagi barang-barang publik)
dan konsumen. Sekalipun tindakan baik secara sukarela merupakan sesuatu yang
ideal, namun pemerintah mengingat fungsinya sebagai regulator akan menegakkan rules of the game, seperti membarntas
riba, melaksanakan pemungutan zakat, melakukan pengawasan terhadap praktik
ekonomi yang bohong, memperdayakan, dan sebagainya.
Kahf (1978: 41-56) melihat peranan yang
amat posistif dari negara, sehingga ia tidak setuju untuk membiarkan kekuatan
pasar sepenuhnya melakukan keputusan-keputusan alokatif dan distributif. Jenis
pasar ini ia sebut ‘Free cooperation’, yang
menurutnya menggambarkan dua tema utama sistem ekonomi islam, yakni kebebasan
dan semangat kerja sama( seperti yang dimaksud didalam paradigma islam). [8]
Ø Konsep dan
Metodologi Ekonomi Islam
Meskipun semua agam berbicara tentang
masalah-masalah ekonomi, namun agama-agama itu berbeda pandangannya tentang
kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tertentu melihat kegiatan-kegiatan
ekonomi manusia hanya sebagai kebutuhan hidup yang seharusnya dilakukan sebatas
memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata. Selama ini, kesan yang
terbangun dalam alam pikiran kebanyakan pelaku ekonomi apalagi mereka yang
berlatar belakang konvensional melihat bahwa keshaleh-an seseorang merupakan
hambatan dan perintang untuk melakukan aktifitas produksi. Orang yang shaleh
dalam pandangannya terkesan sebagai sosok orang pemalas yang waktunya hanya
dihabiskan untuk beribadah dan tidak jarang menghiraukan aktifitas ekonomi yang
dijalaninya. Akhirnya, mereka mempunyai pemikiran negatif terhadap nilai
keshalehan tersebut. Mengapa harus berbuat shaleh, sedangkan keshalehan
tersebut hanya membawa kerugian (loss) bagi aktifitas ekonomi?
Sementara, Islam menganggap kegiatan-kegiatan
ekonomi manusia sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawabnya di
bumi (dunia) ini. Orang yang semakin banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan
ekonomi akan bisa semakin baik, selama kehidupannya tetap menjaga
keseimbangannya. Kesalehan bukan fungsi positif dari ketidakproduktifan
ekonomi. Semakin saleh kehidupan seseorang, justru seharusnya dia semakin
produktif. Harta itu sendiri baik dan keinginan untuk memperolehnya merupakan
tujuan yang sah dari perilaku manusia. Karena pekerjaan yang secara ekonomi
produktif pada dasarnya mempunyai nilai keagamaan, disamping nilai-nilai
lainnya. Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak
pengaruh atau bahkan lebih banyak terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan
sistem hukumnya. Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi. Karena
sejarah adalah laboratorium umat manusia. Sejarah memberikan dua aspek utama
kepada ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-individu dan badan-badan
usaha atau ilmu ekonomi (itu sendiri).
Gambaran di atas memberikan pemahaman
pada kita bahwa orientasi yang ingin dicapai oleh proses produksi menjangkau
pada aspek yang universal dan berdimensi spiritual. Inilah yang menambah
keyakinan bagi kita akan kesempurnaan ajaran Islam yang tertulis dalam QS.
Al-Maidah [5]: 3 yang artinya: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu”. [9]
Ø Teori Konsumsi
Rasionalisme Islam
Rasionalisme adalah salah satu istilah
yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat
dirasionalisasikan sekali kita mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma
yang relevan. Rasionalisme dalam islam dinyatakan sebagai alternative yang
konsisten dengan nilai-nilai Islam, unsur-unsur pokok rasionalisme ini adalah
sbb :
Konsep asas rasionalisme Islam menurut Monzer Kahf:
Konsep asas rasionalisme Islam menurut Monzer Kahf:
1. Konsep Keberhasilan
Islam membenarkan individu untuk
mencapai kesuksesan di dalam hidupnya melalui tindakan-tindakan ekonomi, namun
kesuksesan dalam Islam bukan hanya kesuksesan materi akan tetapi juga
kesuksesan di hari akhirat dengan mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.
Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur dengan moral agama Islam. Semakin
tinggi moralitas seseorang, semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai.
Kebajikan, kebenaran dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan kunci dalam
moralitas Islam. Ketakwaan kepada Allah dicapai dengan menyandarkan seluruh
kehidupan hanya karena (niyyat) Allah, dan hanya untuk (tujuan) Allah, dan
dengan cara yang telah ditentukan oleh Allah.
2.
Jangka
waktu perilaku konsumen
Dalam pandangan Islam kehidupan dunia
hanya sementara dan masih ada kehidupan kekal di akhirat. Maka dalam mencapai
kepuasan perlu ada keseimbangan pada kedua tempoh waktu tersebut, demi mencapai
kesuksesan yang hakiki. Oleh karena itu sebagian dari keuntungan atau kepuasan
di dunia sanggup dikorbankan untuk kepuasan di hari akhirat.
3. Konsep kekayaan
Kekayaan dalam konsep Islam adalah
amanah dari Allah SWT dan sebagai alat bagi individu untuk mencapai kesuksesan
di hari akhirat nanti, sedangkan menurut pandangan konvensional kekayaan adalah
hak individu dan merupakan pengukur tahap pencapaian mereka di dunia.
3.
Konsep
barang
Dalam al-Quran dinyatakan dua bentuk
barang yaitu: al-tayyibat (barangan yang baik, bersih, dan suci serta
berfaedah) dan barangan al-rizq (pemberian Allah, hadiah, atau anugerah dari
langit) yang bisa mengandung halal dan haram. Menurut ekonomi Islam, barang
bisa dibagi pada tiga kategori yaitu: barang keperluan primer (daruriyyat) dan
barang sekunder (hajiyyat) dan barang tersier (tahsiniyyat). Dalam menggunakan
barang senantiasa memperhatikan maqasid al-syari‘ah (tujuan-tujuan syariah).
Oleh karena itu konsep barang yang tiga macam tersebut tidak berada dalam satu level
akan tetapi sifatnya bertingkat dari daruriyyat, hajiyyat dan tahsiniyyat.
5. Etika konsumen
Islam tidak melarang individu dalam
menggunakan barang untuk mencapai kepuasan selama individu tersebut tidak
mengkonsumsi barang yang haram dan berbahaya atau merusak. Islam melarang
mengkonsumsi barang untuk israf (pembaziran) dan tabzir (spending in the wrong
way) seperti suap, berjudi dan lainnya.[10]
·
Etika
konsumsi dalam islam
Dalam Al-qur’an Allah Swt mengutuk dan
membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena
ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini. “ Bila dikatakan
kepada mereka, ‘belanjakanlah sebagian rizqi Allah yang diberikan-Nya
kepadamu,”orang-orang kafir itu berkata, “apakah kami harus memberi makan orang-orang
yang jika Allah menghendaki akan diberi-Nya makan? Sebenarnya kamu benar-benar
tersesat. Adapun etika konsumsi dalam islam
1. Menghindarkan diri dari sikap israf
(berlebih-lebihan melampaui batas).
Seorang konsumen muslim akan selalu
mempertimbangkan maslahah bagi diri dan masyarakatnya dalam mengkonsumsi suatu
barang atau jasa dan menghindari sikap israf. Ia tidak akan menuruti want-nya
untuk mendapatkan utiliti yang maksimum, apabila didapati want-nya itu
mengandungi israf. Ia akan memilih untuk menginfakkan sebagian income-nya
kepada tetangganya agar dapat makan. Dengan begitu ia berarti mendahulukan
maslahah daripada memaksimalkan utiliti untuk diri pribadinya.
2. Mengutamakan akhirat daripada dunia.
Pengunaan barang atau jasa untuk
keperluan ibadah bernilai lebih tinggi dari konsumsi untuk duniawi. Konsumsi
untuk ibadah lebih tinggi nilainya karena orientasinya adalah al-falah yang
akan mendapatkan pahala dari Allah Swt, sehingga lebih bertujuan untuk
kehidupan akhirat kelak. Semakin besar konsumsi untuk ibadah maka semakin
tinggi pula al-falah yang akan dicapai, vice versa.
4.
Konsisten
dalam prioritas pemenuhan keperluan (daruriyyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah)
Terdapat
prioritas-prioritas di antara satu dengan lainnya yang menunjukkan tingkat
kemanfaatan dan kemendesakan dalam pemenuhannya. Prioritas ini menjadi tiga,
yaitu al-hajah al-daruriyyah, al-hajah al-hajiyyah, dan al-hajah
al-tahsiniyyah. Seorang muslim perlu mengalokasikan budget-nya secara urut
sesuai dengan tingkat prioritasnya secara konsisten. Keperluan pada tingkat
daruriyyah mesti dipenuhi terlebih dahulu, baru kemudian hajiyyah dan kemudian
tahsiniyyah. Prioritas ini semestinya diaplikasikan pada semua jenis keperluan,
yaitu agama (al-din), kehidupan, harta, ilmu pengetahuan (akal) dan
kelangsungan keturunan.
4. Memperhatikan etika dan norma
4. Memperhatikan etika dan norma
Syariah Islam memiliki seperangkat etika
dan norma yang mesti dipedomani dalam semua aktivitas kehidupan. Seorang muslim
dalam beraktivitas, khususnya dalam mengkonsumsi barang atau jasa mestilah
berpedoman pada etika dan norma yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Ini
artinya, ia lebih mengutamakan maslahah, dari mendapatkan utiliti untuk
memenuhi want-nya yang relatif tidak terbatas.
·
Teori
Produksi
Menurut
Monzer Kahf teori produksi memiliki aspek-aspek sbb :
1.
Motif-motif Produksi yaitu pengambilan manfaat setiap partikel dari alam
semesta adalah tujuan ideology umat islam.
2.
Tujuan-tujuan Produksi yaitu sebagai upaya manusia untuk meningkatkan kondisi
materialnya sekaligus moralnya dan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya di
Hari Kiamat kelak. Hal ini mempunyai tiga implikasi penting.
Pertama
: produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai moral dilarang.
Kedua : aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses produksi.
Ketiga : masalah ekonomi timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk mengambil mamfaat sebesar-besarnya dari anugrah Allah baik dari sumber manusiawi maupun dari sumber alami.
Kedua : aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses produksi.
Ketiga : masalah ekonomi timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk mengambil mamfaat sebesar-besarnya dari anugrah Allah baik dari sumber manusiawi maupun dari sumber alami.
5.
Tujuan
badan usaha dalam proses maksimalisasi keuntungan dengan mengatasnamakan badan
usaha tidak boleh melanggar “aturan permainan dalam ekonomi Islam”.
4. Factor-faktor
Produksi
5. Modal sebagai kerja yang
diakumulasikan
6. Hak milik sebagai akibat wajar.
·
Struktur
Pasar
1. Kebebasan
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas,
tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kompetisi
(persaingan). Memang, kerja sama adalah tema umum dalam organisasi sosial
islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga
bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan
harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan
ridho Allah SWT.
2. Keterlibatan pemerintah dalam pasar
Keterlibatan pemerintah dalam pasar
hanyalah pada saat tertentu atau bersifat temporer. Sistem ekonomi Islam
menganggap islam sebagai sesuatu yang ada di pasar bersama-sama dengan
unit-unit elektronik lainnya berdasarkan landasan yang tetap dan stabil. Ia
dianggap sebagai perencana, pengawas, produsen dan juga sebagai konsumen.
3. “Aturan-aturan Permainan” Ekonomi
Islam
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah
perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang
mengikat masyarakat. Lembaga-lembaga sosial disusun sedemikian rupa untuk
mengarahkan individu-individu sehingga mereka secara baik melaksanakan
aturan-aturan ini dan mengontrol serta mengawasi penampilan ini.
Sebagai contoh aturan-aturan permainan ekonomi islam dapat dilihat pada lembaga Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga keuangan dan perbankan syariah syariah memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga keuangan syariah. Namun, peran pengawasan yang dilakukan DPS saat ini masih belum optimal. Menurut Prof.Dr.Monzer Kahf (2005), pakar ekonomi Islam kontemporer, DPS seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai pengawas kepatuhan syariah sebuah produk, tetapi juga mengawasi manajemen dan prinsip keadilan yang dijalankan lembaga keuangan dalam profit distribution. Selain itu, menurut Monzer Kahf, DPS juga dapat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia dan hubungan interpersonal di sebuah LKS, serta membantu mendorong pengembangan investasi para nasabah atau mitra bank.
Sebagai contoh aturan-aturan permainan ekonomi islam dapat dilihat pada lembaga Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga keuangan dan perbankan syariah syariah memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga keuangan syariah. Namun, peran pengawasan yang dilakukan DPS saat ini masih belum optimal. Menurut Prof.Dr.Monzer Kahf (2005), pakar ekonomi Islam kontemporer, DPS seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai pengawas kepatuhan syariah sebuah produk, tetapi juga mengawasi manajemen dan prinsip keadilan yang dijalankan lembaga keuangan dalam profit distribution. Selain itu, menurut Monzer Kahf, DPS juga dapat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia dan hubungan interpersonal di sebuah LKS, serta membantu mendorong pengembangan investasi para nasabah atau mitra bank.
Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada
kerangka konseptual masyarakat dalam hubungan dengan Kekuatan Tertinggi
(Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir
manusia.
·
Teori
Makro Moneter
Aspek-aspek makro Ekonomi Islam :
a. Zakat
Zakat adalah “pajak” (pembayaran)
tahunan bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus
dikumpulkan Negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus. Terutama
berbagai corak jaminan sosial.
Menurut Monzer Kahf, tujuan utama dari
zakat adalah untuk mencapai keadilan social ekonomi. Zakat merupakan transfer
sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan
kepada si miskin (Kahf,1999).
Zakat merupakan salah satu ciri dari
sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi azas
keadilan dalam sistem ekonomi Islam.
Dalam kaitan antara kewajiban zakat dan
penggunaan barang-barang mewah, Monzer Kahf menyatakan bahwa zakat itu tidak
diberlakukan terhadap barang-barang keperluan hidup yang tidak mewah, sedangkan
dalam kasus tabungan-tabungan yang diinvestasikan dalam kegiatan produktif,
penghasilannya diseimbangkan dengan kewajiban pembayaran zakat.
Penimbunan
harta, menurut Monzer Kahf, merupakan suatu kejahatan. Sebagai contoh, ia
mengemukakan penggunaan logam-logam mulia (seperti emas dan perak) untuk
perlengkapan atau alat-alat rumah tangga, dianggap perbuatan dosa dalam Islam,
yang akan mendapatkan adzab di akhirat kelak, sebagaimana dinyatakan dalam QS
9: 34-35.
Di samping itu, penimbunan harta akan mengakibatkan harta menjadi tidak produktif dan tidak bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Penguasaan harta yang Allah berikan kepada manusia sesungguhnya bertujuan menjadikan harta tersebut sebagai sarana kesejahteraan. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hadid ayat 7: ''Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya akan mendapatkan pahala yang besar''.
b. Pelarangan Riba
Di samping itu, penimbunan harta akan mengakibatkan harta menjadi tidak produktif dan tidak bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Penguasaan harta yang Allah berikan kepada manusia sesungguhnya bertujuan menjadikan harta tersebut sebagai sarana kesejahteraan. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hadid ayat 7: ''Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya akan mendapatkan pahala yang besar''.
b. Pelarangan Riba
Ia tidak ragu menyatakan bahwa bunga
adalah riba, dan mengkritik merekla yang mencoba membedakan antara usury dan
bunga (dengan menyatakan bahwa hanya usury sajalah yang riba). Kahf menuduh
mereka itu berusaha ‘meng-islamkan yang non-islami di negara-negara Muslim
dewasa ini’. Seperti halnya para ahli yang lain, ia menyatakan bahwa
mudharabah/qirad adalah instrumen islam untuk mengganti semua transaksi
berbasis riba.
Seperti kedua hal ini harus ada sebelum
kita bisa menyatakan adanya sistem ekonomi islam, namun keduanya sama sekali
tidak memenuhi syarat cukup, dan kahf memang tidak pernah menyatakan demikian.[11]
c. Bunga, Sewa, dan Modal
Kegiatan penabungan dan penyimpanan
deposito di bank saja secara ekonomi merupakan kegiatan negative. Kegiatan yang
benar-benar produktif, dari sudut pandang ekonomi adalah penggunaan
tabungan-tabungan ini dalam proses produksi dalam pengertian modal, tanah atau
buruh. Dan kegiatan ini seharusnya mendapatkan imbalan atau hadiah, dan
demikian pulalah dalam Islam. Kegiatan yang disebut belakangan itu, dalam
buku-buku keislaman dkenal dengan dua istilah yaitu : al-Qirad dan
al-Mudarabah.
d. Al-Qirad
Al-Qirad adalah sejenis kerja sama
antara para pemilik asset moneter dan para pengusaha. Al-Qirad merupakan
mekanisme Islam untuk menggunakan asset-aset moneter dalam kegiatan produktif
dengan mentransformasikan asset-aset tersebut menjadi factor-faktor produksi.
Secara teoritis, Al-Qirad memiliki
landasan ganda : yaitu ketetapan kepemilikan dan prinsip kerja sama
(kooperasi). Ketetapan kepemilikan berarti bahwa muqarid berhak penuh untuk
menuntut asset-aset moneternya dan kenaikan yang timbul dari pertumbuhan
asset-aset tersebut oleh si pengusaha. Sedangkan prinsip kerja sama berarti
bahwa kedua belah pihak yang sama-sama memiliki berbagai unsure yang membentuk
proyek dan bunga di dalamnya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
M. Umer Chapra lahir pada tanggal 1
Februari 1933, Bombay India. Dia adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim
yang paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama
Abdul Karim Chapra. Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama,
sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya
termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan
pendidikan yang baik.
Kritis dan kontruktif
itulah corak pemikirannya yang telah banyak mempengaruhi ekonom muslim di
dunia. Mahdzab pemikirannya beraliran mainstream( mempertahankan pendapat
oranng banyak). Dimana tokoh tokoh aliran ini berpendapat bahwa masalah
ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan konvensional. Yaitu sumber
daya itu terbatas. Setidaknya menjadi aspek pemikiran beliau yang tergambar
pada karya-karyanya. Motif utama pemikirannya adalah spiritualisasi pemikiran
dan ksejahteraan social, dengan menjadikan khidupan yang selaras antara
kebahagiaan di dunia dan akherat.
Monzer Kahf dilahirkan di Damaskus,
Syria, pada tahun 1940. Kahf adalah orang pertama yang mencoba
mengaktualisasikan penggunaan institusi distribusi Islam (zakat,sedekah)
terhadap agregat ekonomi, pendapatan, konsumsi, simpanan dan investasi.
Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di
bidang Bisnis dari universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh
penghargaan langsung dari presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun
1975, Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi
International dariUniversity of Utah, Salt Lake City, USA.
Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah informal yaitu, training
and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic Studies di
Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan publik yang bersertifikat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Malik,
"Humanisme dalam Pemikiran Ekonomi Islam (Telaah Pemikiran Muhammad Umer
Chapra)", Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004
Prof.Dr.
H. Veithzal Rivai, M.B. A dan Ir. H. Andi Buchari,M.M. Islamic Economics.
Jakarta :PT. Bumi Aksara.
MOHAMED ASLAM HANEEF.
Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.terj. Suherman rosyid. Jakarta :rajawali Pers.
2010
Monzer kahf, Ph. D.
Ekonomi Islam (Telaah analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam).terj.
Machnun Husein. Yogyakarta : pustaka pelajar. 1995,hal 4
Chapra,
Muhammad Umar. Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri.
Jakarta: Gema Insani Press, 2000
M. umar Chapra. Islam
and Economic Development. India :Adam Publisher & Distributors, 1542
Monzer kahf. The
Islamic Economy :Analytical of the functioning of the Islamic Economic system
(Plainfield, in :Muslim Studiens Association of U.S and canada, 1979
P3EI. Ekonomi islam.
Jakarta : RajawaliPers, 2011
M. Umer chapra. Masa Depan Ilmu
Ekonomi, terj.
Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani Press, 2001
M. Umer
Chapra. Islam dan Pembangunan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri.
Jakarta: Gema Insani Press, 2005
[1]
P3EI.
Ekonomi islam. Jakarta : RajawaliPers, 2011, hlm 116
[2] Abdul Malik,
"Humanisme dalam Pemikiran Ekonomi Islam (Telaah Pemikiran Muhammad Umer
Chapra)", Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
2004, hlm 30
[3]
Prof.Dr.
H. Veithzal Rivai, M.B. A dan Ir. H. Andi Buchari,M.M. Islamic Economics.
Jakarta :PT. Bumi Aksara. Hal 379
[4]
Prof.Dr.
H. Veithzal Rivai, M.B. A dan Ir. H. Andi Buchari,M.M. Islamic Economics.
Jakarta :PT. Bumi Aksara. Hal 379
[5] M. Umer Chapra, Islam dan
Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri (Jakarta: Gema Insani Press,
2000), hlm 4
[6] Ibid,..hlm 10
[7] M. Umer Chapra, Islam dan
Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri (Jakarta: Gema Insani Press,
2000), hlm 10
[8] MOHAMED
ASLAM HANEEF. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.ter. Suherman rosyid. Jakarta
:rajawali Pers :2010, hal 92-94
[9]
Monzer
kahf, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam).terj. Machnun Husein. Yogyakarta : pustaka pelajar. 1995,hal 4
[10] Ibid,..15-25
[11] MOHAMED
ASLAM HANEEF. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.ter. Suherman rosyid. Jakarta
:rajawali Pers :2010, hal 100